Kisah dan Hikmah
{******** }
Di antara
semua persembahan kebudayaan islam yang paling penting adalah memandang
tinggi ilmu dan pendidikan, dimana Al-Quran Al-karim telah menegaskan
poin ini dalam sejumlah ayat-ayatnya. Wahyu Tuhan menjelaskan ilmu dan
pendidikan ini dan mengatakan: (Hal yastawiy alladzina ya’maluuna walladzina la ya’lamuun) “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.”
Kisah dibawah ini adalah secuil kisah yang membangun akan pentingnya ilmu dan pendidikan:
Pemuda Cerdas
Sewaktu Umar
bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah, orang-orang di sekitarnya dan
berilmu, berbondong-bondong untuk memberikan ucapan selamat. Di antara
mereka terdapat sekumpulan orang-orang yang berasal dari negeri Hijaz
yang datang di keraton dia dengan tujuan yang sama. Sewaktu Umar bin
Abdul Aziz memandang mereka, dia perhatikan bahwa ada seorang pemuda
yang telah siap untuk berbicara, berkatalah kepadanya “Minggirlah wahai
pemuda dan izinkanlah seorang yang lebih tua
di antara kalian untuk
berbicara.” Pemuda itu segera berkata: “Wahai khalifah! Jika ukurannya
adalah orang yang lebih besar dan tua, mengapa anda duduk di atas
singgasana, padahal di antara kami ada yang lebih tua dari anda?” Umar
bin Abdul Aziz terkejut dan heran dengan kecerdasan dan jawaban pemuda
tersebut, dia lalu berkata: “Benar apa yang kau katakan dan kebenaran
bersama kamu. Katakanlah keinginan hatimu sekarang juga.”
Pemuda itu
berkata: ” Wahai amir! Kami datang dari jauh untuk mengucapkan selamat
kepada anda dan yang kami lakukan ini adalah semata-mata memanjatkan
puji syukur kepada Ilahi dimana Tuhan telah memberikan seorang pemimpin
masyarakat yang baik seperti anda, dan jikalau bukan karena anda kami
tidak akan memaksakan diri untuk datang kemari, sebab bukan karena kami
takut kepadamu dan juga kami tidak tamak. Kami tidak takut kepadamu,
sebab kamu bukanlah seorang penganiaya masyarakat dan adapaun sebab
mengapa kami tidak tamak adalah sebab dari semua dimensi kami berada
dalam kenyamanan.” Ketika perkataan pemuda itu telah selesai, khalifah
memohon suatu nasihat darinya dan pemuda itu berkata: “Wahai khalifah!
Ada hal yang membuat seorang pemimpin menjadi sombong dan bangga,
pertama tidak patuh pada Tuhan dan kedua adalah berkata kasar, kosong
dan penuh janji. Kamu harus berhati-hatilah darinya dan janganlah
menggolongkan dirimu darinya. Sebab apabila kamu telah menjadi bagian
darinya, maka kamu akan tergelincir dan akan akan menjadi kategori dari
mereka dimana Tuhan berfirman tentang mereka: (wa la takuunuu
kalladzina qaalu sami’na wa hum la yasma’un) “Dan janganlah kamu
menjadi seperti orang-orang (munafik) yang berkata: “Kami mendengarkan,”
padahal mereka tidak mendengarkan (karena hati mereka mengingkarinya).”
Pada
akhirnya khalifah menanyakan umur pemuda itu dan diketahui bahwa dia
tidak lebih dari 12 tahun. Saat itu khalifah menyanjungnya dan membaca
syair tentang beliau yang artinya seperti berikut: “Tuntutlah ilmu,
dimana manusia cerdas tidak akan lahir ke dunia ini dan tidak akan
pernah setara pandai dan jahil, sebuah kaum yang besar, kapan saja tidak
memiliki orang yang cerdas, dalam pertemuan akan terlihat kecil.
{ *******}
Ghibah adalah terhitung salah satu dosa besar dari dosa-dosa besar lainnya dan Allah SWT bersabda: (la Yaghtab ba’dhukum ba’dhan) “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menggibah sebagian yang lain.”
Perlu diketahui bahwa setiap orang muslim harus menghindari dengan
ketat untuk tidak mengghibah orang lain. Sebab perbuatan ini memiliki
dampak-dampak merugikan bagi masyarakat muslim dan juga orang tersebut
diantaranya dapat malakukan hal-hal seperti berikut ini: Mengadu domba,
menjatuhkan harga diri orang lain, menimbulkan fitnah dan meluasnya
kedengkian di antara sesama, hilangnya kepercayaan dan menciptakan
perbedaan, menggerakkan perasaan balas dendam, hilangnya sifat-sifat
baik si pengghibah, jauh dari Tuhan dan dekat kepada setan.
Murid Yang Tahu Diri
Syahid
Muthahhari mengatakan dalam sebuah kenangannya: Semoga Tuhan merahmati
almarhum Ayatullah udzma Aqa Hujjat , saya pernah dalam sebuah situasi
dimana saya dengan seseorang yang mahsyur , lelaki ini adalah ustad saya
dan bertahun-tahun lamanya saya berkhidmat belajar darinya dan bahkan
saya mendapat hadiah, saya telah mengghibahnya. Tiba-tiba saya merasakan
bahwa ini adalah tidak benar. Mengapa saya berada dalam keadaan begini?
Sehingga tibalah pada waktu musim panas saya mengunjungi hadhrat Abdul
‘Adzim, suatu hari setelah dhuhur saya pergi mengetuk rumah beliau, saya
katakan kepada beliau bahwa si fulan datang. Beliau sedang berada di
ruang tengah, dan memberikan izin. Saya ingat waktu itu, saya masuk ke
ruang tengah. Sebuah topi terletak di kepalanya dan bersandar pada
bantal. Saya berkata: Aqa saya datang ingin mengatakan sebuah tema
kepada anda, adapun saya telah mendengar banyak ghibah dan saya menyesal
dengan semua perbuatan ini dimana mengapa di dalam sebuah pertemuan
mereka mengghibah anda, saya hadir dan mendengar dan akhirnya saya juga
mengghibah anda dengan mulut saya sendiri dan karena saya memutuskan
untuk tidak lagi mendengar dari orang lain yang mengghibah anda, saya
datang untuk mengatakan kepada anda bahwa maafkan dan ampunilah saya.
Lelaki ini dengan kebesaran jiwanya berkata kepada saya: “Mengghibah orang seperti saya terdapat dua bentuk: Satu waktu berbentuk kepada penghinaan kepada Islam. Satu waktu bisa juga berhubungan dengan diri kita.” Saya tahu apa maksud beliau. Saya berkata: “Tidak, saya tidak mengatakan sesuatu dan saya tidak berani dan lancang untuk menghina kepada Islam, apa yang dahulu terjadi berhubungan dengan diri anda sendiri.” Beliau berkata: “Saya maafkan.”
{******* }
Al-Quran
mengajarkan kepada manusia bahwa apabila seseorang berbuat baik kepada
kita ataukah mempersembahkan sebuah hadiah alangkah baiknya kita
membalasnya dengan bentuk yang sesuai dan cara yang paling bagus.
Setangkai Bunga
Anas bin
Malik berkata: Seorang pembantu dari Imam Hasan menghadiahkan setangkai
bunga kepada Imam, Imam Hasan mengambil bunga tersebut dan berkata: “Saya bebaskan kamu di jalan Tuhan.”
Saya berkata kepada Imam : Kamu membebaskannya, hanya karena dia memberikan setangkai bunga yang tidak ada nilainya?
Imam menjawab sambil berkata: Tuhan berfirman dalam Al-Quran bahwa kami beradab sedemikian: “Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik.”
Kemudian berkata: Salam lebih baik dari membebaskan dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar